Jakarta, Wawasanpublik.id – Mahkamah Agung (MA) merespons cepat penetapan empat hakim dan satu panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap senilai Rp60 miliar. Dugaan suap ini terkait putusan lepas atau ontslag van alle recht vervolging atas perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak goreng dan turunannya pada Januari–April 2022.
Sebagai langkah awal, MA resmi memberhentikan sementara para tersangka, yaitu Muhammad Arif Nuryanto (saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat), Panitera Muda Wahyu Gunawan, serta tiga hakim anggota majelis perkara: Djumyanto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom.
“Hakim dan panitera yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan akan diberhentikan sementara. Jika telah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, mereka akan diberhentikan secara tetap,” ujar Juru Bicara MA, Hakim Agung Yanto, Senin (14/4/2025).
Yanto menegaskan bahwa proses hukum tetap menjunjung asas praduga tak bersalah, namun Mahkamah Agung tidak akan mentoleransi pelanggaran etika dan hukum.
Kasus ini mencuat setelah Kejaksaan Agung menetapkan tiga grup perusahaan—Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup—sebagai terdakwa dalam perkara korupsi ekspor CPO. Total kerugian dari kasus ini ditaksir mencapai belasan triliun rupiah. Namun, proses persidangan di PN Jakarta Pusat berujung pada putusan lepas bagi para terdakwa, yang diduga kuat telah dikondisikan oleh majelis hakim.
Dalam penyidikan, terungkap bahwa Muhammad Arif Nuryanto menerima suap lebih dari Rp60 miliar dan kemudian mengatur penunjukan majelis hakim yang dianggap “aman”. Uang suap itu juga mengalir ke hakim anggota majelis untuk memastikan hasil putusan.
Skandal ini menambah daftar panjang persoalan integritas dalam sistem peradilan. Salah satu celah yang sering disorot adalah mekanisme penunjukan majelis hakim yang masih dapat dimanipulasi.
Menanggapi hal itu, MA akan segera menerapkan sistem penunjukan majelis hakim secara otomatis berbasis teknologi bernama “Smart Majelis”. Sistem ini sudah diterapkan di lingkungan Mahkamah Agung dan akan diperluas ke tingkat pengadilan pertama dan banding.
“Mahkamah Agung segera menerapkan aplikasi penunjukan majelis hakim secara robotic (Smart Majelis) untuk meminimalisir potensi judicial corruption,” ujar Yanto.
Langkah ini diharapkan menjadi upaya serius dalam menjaga integritas lembaga peradilan serta mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi hukum tertinggi di Indonesia. (YT)
Leave a Reply