wawasanpublik.id-Gaza, Sedikitnya 120 warga Palestina dilaporkan tewas dalam 24 jam terakhir akibat serangan dan tembakan pasukan Israel di berbagai wilayah Jalur Gaza. Banyak dari korban tewas adalah warga sipil yang sedang mencari bantuan makanan di tengah krisis kelaparan yang semakin parah. Demikian dilansir Al Jazeera, mengutip sumber medis setempat.
Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan bahwa 57 orang terbunuh dan lebih dari 360 lainnya terluka saat mencoba mengakses bantuan sejak Rabu pagi. Bantuan tersebut disalurkan melalui titik distribusi milik Gaza Humanitarian Foundation (GHF), sebuah lembaga bantuan kontroversial yang didukung oleh Amerika Serikat dan Israel, beroperasi di zona-zona yang ketat dikontrol militer Israel.
Meski terjadi banyak korban jiwa, Kementerian Luar Negeri Israel menyebut sistem bantuan GHF sebagai “kesuksesan dramatis”. Namun, banyak pihak internasional justru mengecam sistem ini sebagai pelanggaran kemanusiaan dan tidak layak disebut bantuan.
Dua titik distribusi utama yang didirikan di Rafah dan Koridor Netzarim bahkan dijuluki warga sebagai “rumah jagal manusia”. Sejak GHF mulai beroperasi pada 27 Mei lalu, lebih dari 220 warga dilaporkan tewas saat berdesakan mencoba mendapatkan paket makanan seadanya untuk keluarga mereka.
Militer Israel mengakui pasukannya melepaskan “tembakan peringatan” di sekitar Koridor Netzarim, lokasi di mana sebagian besar korban jiwa dilaporkan terjadi pada malam hari.
Kantor Media Pemerintah Gaza menuduh Israel sengaja menciptakan kekacauan dengan menjalankan kebijakan kelaparan dan secara sistematis menargetkan warga sipil yang tengah berjuang mencari makanan.
Analis senior dari International Crisis Group, Chris Newton, menyebut sistem distribusi bantuan yang dikawal militer ini memang didesain untuk membuat rakyat Palestina tetap berada dalam kondisi putus asa dan lapar, sambil perlahan-lahan memaksa mereka bergerak ke arah selatan.
Newton menambahkan bahwa meski GHF mengklaim menyediakan 1.750 kalori makanan per orang per hari, jumlah ini masih jauh di bawah standar minimum dalam situasi krisis kemanusiaan.
PBB dan badan-badan kemanusiaannya, termasuk UNRWA, menolak bekerja sama dengan GHF. Mereka menyebut model distribusi ini sebagai “pengalih perhatian dari kekejaman yang sedang berlangsung dan pemborosan sumber daya.” UNRWA menegaskan bahwa mereka dan organisasi kemanusiaan lainnya sebenarnya sudah memiliki pengalaman dan kapasitas untuk menjangkau warga yang membutuhkan secara aman dan bermartabat.
Namun hingga kini, Israel terus melarang UNRWA dan lembaga bantuan besar lainnya beroperasi di Gaza. Sementara itu, blokade bantuan masih diberlakukan secara ketat, memperburuk kondisi kelaparan yang telah mencapai titik genting. (Yogo Tobing)
Leave a Reply